Contoh Makalah Mengkaji Kasus Terorisme Bom Bali 2012
MAKALAH
KAJI KASUS TERORISME BOM BALI 2002
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayahnya, saya bisa menyelesaikan Tugas dengan baik.
Saya menyusun dialog dialog dan wawancara ini berharap bisa bermanfaat bagi semua orang untuk menambah
pengetahuan persoalan kasus terorisme yang ada di Indonesia, saya telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan saya.
Namun sebagai manusia biasa, saya tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan.
Baik dari tekhnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian, saya
berusaha sebisa mungkin menyelesaikan karya ilmiah ini meskipun tersusun sangat
sederhana.
Saya menyadari tanpa kerjasama
saya serta beberapa kerabat yang menjadi sumber informasi untuk menyelesaikan
, Makalah ini tidak akan
menjadi seperti saat ini. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang tersebut diatas, yang telah memberikan arahan dan saran demi
kelancaran Tugas ini.
Demikian, semoga ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada
umumnya. Dan tidak lupa saya
mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari berbagai pihak.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Tragedi
bom Bali I, tanggal 12 Oktober 2002 tercatat, sedikitnya, 202 orang tewas dan
209 orang terluka,[1] Indonesia
mulai mengintensifkan penanganan terorisme. Hal ini diapresiasikan dengan
di bentuknnya pasukan Densus 88 Anti terror oleh Mabes POLRI atau pasukan
khusus lainnya yang tugas utamanya mengantisipasi dan menggagalkan aksi
terorisme di Indonesia.
Pada
saat ini, aksi terorisme mulai beragam, mulai dari bom bunuh diri, bom buku
bahkan dengan modus penculikan yang
disertai dengan pencucian otak korbannya
(brain whasing). Ancaman tersebut bisa terjadi kapan saja dan di mana
saja, serta mengancam keselamatan jiwa setiap orang. Saat ini tidak ada
tempat yang aman dan dapat dikatakan bebas dari ancaman terorisme.
Menyatakan
sedemikian besarnya kerugian yang
ditimbulkan oleh suatu tindak Terorisme, serta dampak yang dirasakan secara
langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Tragedi Bom Bali I, merupakan
kewajiban pemerintah untuk secepatnya mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme
itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik setiap aksi terorisme
tersebut. Hal ini menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum.
Untuk
melakukan pengusutan, diperlukan perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak
Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang
ada saat ini yaitu Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), akhirnya
pemerintah menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor
1 tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang
dengan nomor 15 tahun 2003 Tentang pemberantasanTindak Terorisme.
1.2 Rumusan Masalah
Setelah
mengkaji dan menganalisis beberapa polemik yang berkenaan dengan tindak
terorisme di Indonesia yang disertai dengan semakin meningkatnya aksi teror
akhir-akhir ini, timbullah beberapa pertanyaan yang muncul dari dalam hati kami
seiring dengan semakin mencuatnya kasus terorisme tersebut, diantaranya :
1. Apa
yang menjadi motif yang melatar belakangi keberadaan terorisme itu ?
2. Bagaimanakah
pandangan islam mengenai label jihad yang sering di dengung-dengungkan oleh
para teroris untuk melegistimasi setiap aksi teror mereka ?
3. Bagaimanakah
paradigma mereka dalam menafsirkan
tentang ayat-ayat yang berkenaan dengan jihad tersebut
4. Sudah
sejauh mana sepak terjang yang telah dilakukan kelompok teroris tersebut ?
5. Sejauh
manakah peranan undang-undang UU No.15 Tahun 2003 tentang terorisme dalam
meminimalisis aksi teror di Indonesia, serta sudah tepatkah pembentukan pasukan
khusus “Densus 88” dalam menanggulangi tindak terorisme dalam situasi seperti
sekarang ini?
6. Bagaimanakah
islam memandang keberadaan UU Terorisme tersebut berdasarkan tinjauan
Maqasidu Ash-Syariah?
1.3 Maksud dan Tujuan
Penulisan
Adapun
beberapa tujuan yang ingin kami capai dengan adanya tugas makalah ini adalah
ingin memberikan beberapa pemahaman mengenai segala bentuk seluk beluk mengenai
teroris yang ada di Indonesia, serta menyadarkan kepada kita semua bahwa
yang namanya teroris itu, tidak semuanya akan menguntungkan.
Maka
dengan semangat kebersamaan kita semua, mari wujudkan masyarakat Indonesia
menjadi masyarakat yang aman dan tentram, terbebas dari yang namanya
terorisme.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Terorisme menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia ialah menggunakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan,
dalam usaha mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik).
Teroris adalah orang yang
menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut (biasanya untuk tujuan
politik). Terror adalah perbuatan sewenang-wenang, kejem,
bengis dan usaha menciptakan ketakutan, kengerian oleh seseorang atau golongan.
Terorisme
secara kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaan kekerasan
terhadap penduduk sipil untuk mencapai tujuan politik, dalam skala lebih kecil
dari pada perang .
Terorisme
mengandung arti ‘menakut-nakuti’. Kata tersebut berasal dari bahasa latinterrere,
“menyebabkan ketakutan”, dan digunakan secara umum dalam pengertian politik
sebagai serangan terhadap tatanan sipil selama rezim terror pada masa Revolusi
Perancis vakhir abad XVII.[2]
Dengan
bejalannya waktu, penggunaan istilah terorisme rupanya mengalami mengalami
perluasan makna, karena masyarakat menganggap terorisme sebagai aksi-aksi
perusakan publik, yang dilakukan tanpa suatu alasan militer yang jelas, serta
penebaran rasa ketakutan secara luas di dalam tatanan kehidupan masyarakat.
2.2 Alasan Munculnya
Terorisme .
Jika
di pahami secara jernih kejahatan terorisme merupakan hasil dari akumulasi
beberapa faktor, bukan hanya oleh faktor pisikologis tetapi
juga ekonomi, politik, agama, sosiologis dan masih banyak yang lain.
Terlalu
simplistik kalau menjelaskan suatu tindakan terorisme hanya berdasarkan satu
penyebab saja, misalnya psikologis. Konflik etnik, agama, dan ideologi,
kemiskinan, tekanan modernisasi ketidakadilan politik, kurangnya saluran
komunikasi dana, tradisi kejamanan, lahirnya kelompok – kelompok revolusioner,
kelemahan dan ketidakmampuan pemerintah.
Memang
tidak bisa disalahkan jika terorisme dikaitkan dengan persoalan hak asasi
manusia (HAM), karenA akibat terorisme banyak kepentingan umat manusia yang
dikorbankan, rakyat yang tidak bersalah dijadikan ongkos kebiadaban dan
kedamaian hidup antar umat manusia jelas – jelas dipertaruhkan.
Namun
demikian, akhir-akhir ini kita sering mendengar bahwa aksi-aksi yang
melatar belakangi aksi terorisme di Indonesia sering kali dipertautkan dengan
agama. Bukankah sudah menjadi kebenaran umum bahwa agama merupakan suatu
wadah dalam menciptakan ketentraman dan kedamaian umat manusia.
Dalam
sebagian besar kasus rupanya agama tidak hanya ditangarai menyediakanideology,
tapi juga motivasi dan struktur organisasional para pelaku kejahatan tersebut.
misalnya saja dalam penafsiran bebas tentang ayat-ayat al Qur’an dan hadits
yang berkenaan dengan jihadyang sering di jadikan dogma
fundamental bagi para pelaku teror tersebut.
Secara
epistimologi jihad berasal dari bahasa arab al-juhdu atau al-jahdu yang
merupakan bentuk masdar dari kata jahada. Jadi, al-juhdu atau al-jahdu yakni
pencurahan kemapuan dan kekuatan untuk menatang sesuatu yang lain. Maka dalam
syariat, kata ini diartikan sebagai memerangi orang yangt disyariatkan untuk
diperangi, dari kalngan kafir dan lainnya.
Ada
banyak dalil yang sering di salah artikan didalam memahami ayat-ayat yang berkenaan dengan jihad,
misalnya:
Ø “Sesungguhnya
Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu
lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.,” (At-Taubah:111)
Ø “Hai
orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu
itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan Ketahuilah,
bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (At-Taubah:123)
Ø Sebuah
hadits yang diriwayatkan dari Anas ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda:
“Perangilah orang musyrik dengan harta, diri, dan lidahmu.”
Ø Pemikiran
Ibnu Rusd, “setiap orang yang membebani dirinya karena Allah, maka dia telah
berjihad di dalamnya. Hanya saja, bila jihad fi sabilillah dinyatakan, maka
tidak ada maksud lain kecuali memerangi orang kafir dengan menggunakan pedang,
hingga mereka mau masuk islam, atau memberikan jizyah secara patuh dan mereka
tubduk,” dll.
Dalil-dalil
tersebut, mereka jadikan landasan serta pijakan hukum untuk membenarkan aksi
terror mereka, tanpa harus mengetahui siapakah obyek/musuh sebenarnya yang
harus diperangi, bagaimana tata cara pelaksanaan serta aturannya, nengingat
Nabi saw juga menerapkan suatu aturan di dalam tata cara berperang bagi
mujahidin muslim saat itu, misalnya dilarang membunuh anak-anak, wanita, orang
tua, bahkan orang keristen yang sedang beribadah di dalam gerejanya serta
larangan di dalam merusak tempat ibadah.
Meskipun
begitu, bukan berarti terorisme tidak termasuk kejahatan, khususnya jika
dikaitkan dengan persoalan dampaknya secara makro walaupun dengan menggunakan
kategori “Jihad.” Jika manusia yang tidak berdosa menjadi korban dan
kepentingan publik menjadi rusak berantakan, serta Negara dilanda Disharmonisasi
Nasional, maka kategori“Jihad” maupun alasan keagamaan apapun yang
membenarkan kebiadaban tersebut patut dipertanyakan.[a]
Seorang
anak muda yang menyatakan diri sebagai pelaku pemboman bunuh bdiri mengatakan
bahwa “ketika saya meledakkan” dan “menjadi martir tuhan yang suci,” dia
dijajikan sebuah tempat untuk dirinya dan keluarganya di surga, 72 bidadari,
dan “pemberian ganti rugi” kepada keluarganya yang setara dengan 6000 dolar”.
Doktrin
di atas merupakan salah satu dari ribuan doktrin-doktrin yang ditanamkan kepada
para pelaku terror, dimana mereka tidak mengetahui maksud dan tujuan yang
sebenarnya dari nilai essensial jihad tersebut, sehingga mereka hanya
memikirkan iming-iming balasan serta pahala atas tindakan aksi terror mereka.
Karena
itu Rasulullah jauh-jauh hari sudah mengingatkan bahwa para mujahidin yang
diberi ganjaran ialah yang niatnya ikhlas lillahi Ta’ala, tidak bercampur
dengan ingin dilihat dan dikenal orang. Dan mereka
tidak pernah memikirkan hadiah apa yang akan diberikan tuhan kepadanya, karena
para mujahudin tersebut benar–benar berjuang dengan ikhlas untuk menegakkan
kalimat Allah di dalam hatinya.
Dari
Abu Musa Ra, katanya, “Rasulullah Saw ditanya tentang seorang yang berperang
karena dorongan keberanian, karena fanatisme, dan berperang karena ingin
dikenal. “Yang mana yang dikatakan berperang fi sabillillah, wahai Rasulullah?”
Rasulullah Saw menjawab: “Siapa yang berperang supaya kalimat Alloh tegak dan
tinggi, maka dia dinyatakan telah berperang fi sabilillah.” (dikeluarkan oleh
kelima imam)
Dari
Abu Hurairah Ra. Katanya,”Ada seorang bertanya kepada Rasulullah Saw.
Tanyanya,”Ya Rasulullah, ada seorangyang berperang jihad fi sabilillah tetapi
tujuannya untuk mendapatkan kedudukan dunia.” Maka Rasulullah menjawab, ”Dian
tidak akan mendapatkan pahala (diulangnya sabdanya itu sampai tiga kali) Laa
ajru lahu!”(HR.Abu Daud)
Hal ini
mengantarkan pada suatu pertanyaan, jika terorisme membenarkan kekreasan dalam
menggapai tujuannya, lalu bagaimnakah dengan jihad, apakah ia memiliki kesamaan
dengan terorisme? Ini merupakan pertanyaan sederhana tetapi mengena karena jika
jihad tersebut memang berasal dari ideology keagaman, pastilah
akan berakibat positif bagi pemeluknya dan orang disekitarnya, karena agama
pastilah mempunyai standarisasi atau norma tersendiri dalam mekanisme
pelaksanaan jihad tersebut sesuai dengan tujuannya untuk menjadi rahmat
li al-‘alamin. Jadi, jihad sama sekali berbeda dengan aksi terorisme
yang selalu menghalalkan segala cara untuk menggapai tujuannya.
Jika
mereka membenarkan kekerasan dengan mengemas jihad sebagai labelnya tanpa
mendalami makna esensial dari arti jihad itu sendiri hingga
nyawa-nyawa yang tidak berdosa turut menjadi korban, maka keabsahan jihad
tersebut patut kita pertanyakan kembali.
2.3 Karakter dan
sasaran terorisme
a) Karakter
teroris berdasarkan hasil studi dan pengalaman empiris dalam menangani aksi
terrorisme yang dilakukan oleh PBB antara lain, sebagai berikut:
· Teroris
umumnya mempunyai organisasi yang solid, disiplin tinggi, militan
dengan struktur organisasi berupa kelompok-kelompok kecil, dan perintah
dilakukan melalui indoktrinasi serta teroris dilatihan bertahun-tahun sebelum
melaksanakan aksinya.
· Teroris
menganggap bahwa proses damai untuk mendapatkan perubahan sulit untuk diperoleh.
· Teroris
memilih tindakan yang berkaitan dengan tujuan politik dengan cara kriminal dan
tidak mengindahkan norma dan hukum yang berlaku.
· Memilih
sasaran yang menimbulkan efek psikologi yang tinggi untuk menimbulkan rasa
takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
b) Sasaran
strategis teroris antara lain :
· Menunjukkan
kelemahan alat-alat kekuasaan ( Aparatur Pemerintah )
· Menimbulkan
pertentangan dan radikalisme di masyarakat atau segmen tertentu dalam
masyarakat.
· Mempermalukan
aparat pemerintah dan memancing mereka bertindak represifkemudian
mendiskreditkan pemerintah dan menghasilkan simpati masyarakat terhadap tujuan
teroris.
· Menggunakan
media masa sebagai alat penyebarluasan propaganda dan tujuan politik teroris.
· Sasaran
fisik bangunan antara lain : Instalasi Militer, bangunan obyek vital
seperti pembangkit energi , instalasi komunikasi, kawasan industri, pariwisata
dan sarana transportasi,
· Personil
Aparat Pemerintah, Diplomat ,Pelaku bisnis dan Personil lawan politik.
Jadi,
sasaran aksi teroris yang umumnya terhadap manusia maupun obyek lainnya harus
mampu dijaga dengan system yang lebih baik dari system teroris yang bertujuan
untuk menyoroti kelemahan system kepemerintahan yang dirancang untuk
menghasilkan reaksi publik yang positif atau simpatik bagi para teroris.
2.4
Penjelasan UU.Terorisme No. 15 Tahun 2003
2.4.1 Pelaku
Teror/Teroris
Dalam undang-undang
tersebut dijelaskan bahwasanya, Teroris adalah setiap orang yang
dengan sengaja menggunakan kekerasan atau rasa takut terhadap orang secara
meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas
kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan
kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis atau lingkungan
hidup atau fasilitas.
2.4.2 Peran Pemerintah
Berdasarkan
Undang-undang diatas, pemerintah berperan dalam menjaga kelangsungan
pembangunan nasional dan menciptakan suasana aman, tenteram, dan dinamis bagi
masyarkatnya, yaitu dengan meningkatkan pencegahan terhadap segala bentuk
ancaman yang mengganggu kesetabilan nasional dan memberikan hukuman yang
sepantasnya bagi para pelaku terror, dalam rangka mencegah, menanggulangi, dan
memberantas tindak pidana terorisme.
Langkah
pemerintah membentuk densus 88 harus diacungi jempol, mengingat kerja keras
mereka yang berhasil menangkap dan menggalkan berbagai aksi terorisme di Negara
kita ini, mulai tewasnya Dr. Azhari dan M. Noerdin Top serta
terbongkarnya modus operasi mereka. Semua itu merupakan bukti bahwa
pemerintah tidak main-main dalam menangani permasalahan tersebut.
2.5 Hukuman bagi
para Teroris
Para
pelaku teror dihukum berdasarkan tindakan yang mereka lakukan dan peranannya
dalam setiap aksi terror tersebut. Mengingat Negara kita adalah Negara hukum,
maka yang berhak untuk memutuskan berat tidaknya hukuman yang akan dibebankan
kepada para teroris tersebut adalah putusan pengadilan, yang didasarkan atas
keterangan saksi, barang bukti dan lainnya.
Efek
jera pasti akan menghantui para pelaku teror yang lain, mengingat
diberlakukannya hukuman mati bagi para teroris, seperti yang dijalani oleh para
pelaku bom bali 1 (Imam Samudra, dkk) di LP. Nusa Kambangan, semoga
dengan diberlakukannya hukuman tersebut bisa meminimalisir aksi teroris di
negeri ini.
2.6
Tinjauan Maqosid Asy – Syari’ah
Dalam
perspektif hukum islam, setiap peraturan perlu dianalisis dan dikaji lebih
mendalam lagi, agar setiap peraturan tersebut bisa mencerminkan suatu
kemaslahatan dan berfungsi secara maksimal. Maqosid As-Syari’ah adalah
salah satu metodologi yang sangat relevan guna menganalisis peraturan tersebut,
karena dalam menganalisis suatu permasalahan, maqosid as-syari’ah tidak hanya
melihat dari sisi religious saja, mtetapi juga memperhatikan memandang dari
segi aspek, sosial, dan budaya.
Sebagai
doktrin, Maqosid Ash-Syariah berfungsi untuk mencapai,
menjamin dan melestarikan kemaslahatan bagi umat islam. Oleh karena itu
dicanangkanlah tiga sekala prioritas yang saling melengkapi, diantaranya:
1. Al-dharuriyat (melindungi
agama,jiwa,akal,harta dan keturunan)
2. Al-hajiyat (merupakan
suatu kebutuhan yang bersifat sekunder)
3. Al-tahsiniyat (
merupakan suatu kebutuhan pelengkap/tersier)
Sebagai
metode, teori doktrin Maqasid Ash-Syariah diatas, bisa dipakai
sebagaia pisau analisis dalam rangka membedakan suatu permasalahan, sehingga
dapat dihasilkan kesimpulan hukum atas permasalahan tersebut.
Isi
kandungan dari Undang-undang no 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Teroris terbukti bermaksud untuk membela Maqosid
Ash-Syari’ah (tujuan-tujuanSyari’ah), yang berfungsi untuk
melindungi kepentingan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Dari
uraian materi diatas, serta analisis kita berdasarkan fakta dan realita tindak
terorisme yang terjadi di Indonesia, mulai dari peristiwa Bom Bali, Hotel
JW.Mariot, sampai aksi Bom bunuh diri yang dilakukan oleh para teroris, maka
kami menarik kesimpulan bahwa keberadaan Undang-undang terorisme di
Indonesia saat ini bersifat Dharuri, mengingat banyaknya
orang yang tidak bersalah yang turut menjadi korban, hancurnya sarana dan
prasarana umum, serta menimbulkan keresahan masyarakat, dimana masyarakat masih
hidup di bawah ancaman teror.
Meskipun
ada beberapa dari pasal-pasal yang harus direvisi dan dikaji ulang,
seperti yang dilaporkan oleh badan Amnesty
Internasional yang menyatakan bahwa penggunaan siksaan dalam
proses introgasi terhadap orang yang disangka teroris cenderung meningkat.
Penerapan
UU anti terorisme dapat membawa implikasi negatif bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara khususnya kehidupan masyarakat demokrasi, apabila peraturan yang
terkandung di dalam setiap pasalnya belum bisa memberikan batasan-batasan atas
wewenang aparat negara dalam penerapan Undang-Undang tersebut, sehingga bisa
membuka peluang untuk disalahgunakan, seperti adanya kasus penangakapan
beberapa orang yang dicuriagai sebagai teroris yang diperiksa
dan ditangkap tanpa prosedur hukum yang sah dan benar. Contoh kecil yang
bisa lihat saat ini, misalnya seperti pada penerapan pasal 31 UU Anti
Terorisme, yang memasukkan hak-hak penyidik untuk membuka, memeriksa dan
menyita surat dan kiriman melalui pos serta melakukan penyadapan
pembicaraan. Pasal itu bahkan tidak memberikan batasan terhadap tindakan
penyadapan apa saja yang boleh dilakukan oleh penyidik. Penyidikannya cukup
memiliki bukti permulaan yang cukup untuk bisa melakukan itu semua.
Tapi
tidak terlepas dari semua itu, kami mengucapkan banyak terima kasih atas
kinerja aparat negara kita saat ini, yang sudah bekerja semaksimal mungkin
dalam rangka memberantas aksi terorisme, baik melalui penerapan UU Anti
Terorisme maupun aksi Densus 88 yang sudah banyak memberikan sumbangsih yang
sangat besar dalam menggagalkan aksi terorisme di indonesia, meskipun pada
kenyataannya ada beberapa pasal dari UU Anti Terorisme tersebut yang harus
direvisi dan dikaji ulang agar dalam penerapan UU Anti Terorisme tidak membuat
resah masyarakat dan tidak melanggar hak-hak asasi manusia, mengingat dari
tujuan diberlakukannya undang-undang tersebut adalah untuk menimbulkan rasa
aman, tentram dan kemaslahatan di dalam kehidupan bermasyarakat.
Demikianlah
makalah kami ini saya buat, saya mengakui bahwa tiada yang sempurna didunia
ini, kekurangan dan kekhilafan pastilah turut mewarnai di dalam proses
penyelesaian makalah ini, oleh karena itu saya mohon maaf yang sebesar-besarnya
bila ada kata atau kalimat yang kurang berkenan di dalam isi makalah ini.
Kritik dan saran tetap saya nantikan sebagai pelengkap dalam penyempurnaan
makalah ini. Atas perhatiannya saya sampaikan banyak terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Audah, Salman.
1993, Jihad: Sarana menghilangkan ghurbah
islam,
Jakarta: Pustaka Al-kautsar.
- Juergensmeyer ,
Mark.2002, Teror Atas Nama Tuhan Kebangkitan Global
Kekerasan Agama, terj, M. sadat ismail, Jakarta selatan: Nizam Press.
- Medpress,Tim.2005, Pertualangan Teror Dr. Azahari, Yogyakarta: Media
Pressindo.
- Turan,Ahmad.2002, Waspadalah Terhadap Ancaman Teroris dan Teror Bom, Jakarta: Amalia
Bhakti Jaya.
https://makalahsekolahan.blogspot.com/2015/05/makalah-terorisme.html
https://bincangsyariah.com/kalam/memahami-surah-al-taubah-ayat-123-tentang-membunuh-non-muslim/
·http://hukumanmati.web.id/undang-undang-nomor-15-tahun-2003-tentang-penetapan-peraturan-pemerintah-pengganti-undang-undang-nomor-1-tahun-2002-tentang-pemberantasan-tindak-pidana-terorisme-menjadi-undang-undang-jo-peraturan-p/
0 Response to "Contoh Makalah Mengkaji Kasus Terorisme Bom Bali 2012"
Post a Comment