Pelestarian Budaya Kupatan dan Sejarah Kupatan - Sensei11


PELESTARIAN BUDAYA KUPATAN

Hasil gambar untuk Kupatan


Budaya kupatan merupakan suatu hal yang ada sejak dahulu dan sampai saat ini yang masih ada. Hari Raya Ketupat diselenggarakan tujuh hari sesudah Hari Raya Idul Fitri, dan memperingati selesainya berpuasa syawal selama enam hari. Barangsiapa sesudah berpuasa penuh di bulan Ramadhan dan kemudian melanjutkan berpuasa enam hari di bulan syawal maka mereka-mereka itu bagaikan berpuasa  selama setahun. Hari raya ketupat dibuat oleh kreatifitas sunan kalijaga dan para wali pada zamannya . Dalam merayakan Hari raya ketupat biasanya orang-orang menyiapkan ketupat , lepet , lontong, sayur santan bisa nangka muda atau lainnya, ayam, ikan pindang, jajan pasar seperti apem, lemper, nogosari dan lain-lain.

            Namun hanya ada dua hal yang dibuat khusus di Hari Raya Ketupat ini yaitu Ketupat itu sendiri dan Lepet sedang yang lain sering dibuat tidak harus di hari Kupatan tersebut.karena tanpa makanan-makanan tersebut rasanya kurang lengkap dan kurang nikmat sebagai hidangan tambahan . Kupat sendiri dari bahasa arab yakni kuffat yang berarti sudah cukup harapan. Jadi, dengan berpuasa satu bulan penuh pada bulan Ramadan, kemudian Lebaran 1 Syawal, dan dilanjutkan dengan puasa sunah enam hari Syawal, maka orang-orang kuffat , merasa cukup ibadahnya, sebagaimana Hadis Nabi, dan hal itu bagaikan berpuasa selama satu tahun penuh. Orang yang berpuasa selamat satu bulan lebih akan mendapatkan berkah dan kenikmatan atas puasanya dan dibukakan pintu surga. Ketupat dalam bahasa Jawa berasal dari singkatan “Ngaku Lepat” yang berarti mengakui kesalahan. Maknanya, dengan tradisi ketupat diharapkan setiap orang mau mengakui kesalahan, sehingga memudahkan diri untuk memaafkan kesalahan orang lain. Singkatnya, semua dosa yang ada akan saling terlebur bersamaan dengan hari raya idul fitri. Selain itu ketupat mengandung empat makna yakni: lebar, lebur, luber dan labur. Lebar artinya luas, lebur artinya dosa atau kesalahan yang sudah diampuni, lubermaknanya pemberian pahala yang berlebih, dan labur artinya wajah yang ceria. Secara keseluruhan bisa dimaknai sebagai suatu keadaan yang paling bahagia setelah segala dosa yang demikian besar diampuni untuk kembali menjadi orang yang suci dan bersih.



Hasil gambar untuk nogosari
Nogosari

           
Budaya Kupatan terbentuk oleh Sunan Kalijaga dan para wali lainnya pada zaman tersebut dan sampai sekarang masih ada . Akibat budaya kupatan sangat berpengaruh bagi masyarakat dan untuk orang-orang islam karena budaya kupatan bisa menambah tali erat persaudaraan antar sesama maupun saudara dan juga budaya kupatan mungkin diterapkan didaerah-daerah Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia adalah masyarakat Islam . Budaya kupatan memberikan makna lebih bagi orang-orang beragama islam karena setelah melaksanakan puasa selama 1 bulan penuh ,dan juga pahala yang didapat setelah melaksanakan ibadah puasa . Kurangnya pelestarian budaya kupatan menjadikan satu hal yang harus diperbaiki , Sekarang dikota-kota besar sudah jarang sekali orang merayakan budaya tersebut . Karena perkembangan zaman yang semakin canggih dan munculnya masakan-masakan yang begitu menggugah selera untuk dibandingkan dengan makan ketupat. Acara-Acara televisi negri yang menawarkan berbagai produk makanan modern membuat nama ketupat menjadi meredup , padahal jika dilihat harga ketupat lebih murah dibandingkan makanan-makanan restoran yang ada dan tentunya rasa ketupat juga tidak kalah enaknya jika ditambahkan sedikit lauk pauk yang enak .  Pelestarian budaya kupatan sangat perlu dilaksanakan karena merupakan budaya warisan islam dan budaya turun temurun masyarakat desa untuk menambah tali silahturahmi .Jikalau Budaya kupatan hilang Hari Raya Idul Fitri akan terasa berbeda dan sepi jika salah satu ada yang hilang . Pada tanggal 29 Ruwah adalah hari terakhir sebelum puasa. Biasanya akan banyak orang santri yang nyekar ke makam-makam. Orang Agami Jawi juga mengadakan slametan sederhana pada tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29 dalam bulan Puasa, yang dinamakan puasa maleman.Pada tanggal 7 syawal diadakan slametan yang dianggap masih ada hubungannya dengan berakhirnya masa puasa, yaitu slametan kupatan.  Di Jepara, tradisi kupatan (tradisi syawalan) dilakukan sepekan setelah hari raya Idul Fitri atau pada tanggal 8 syawal di Pantai Kartini Jepara, dengan melarung kepala kerbau ke tengah lautan. Tujuan diadakannya Pesta Lomban ini sebagai bentuk nyata peran Pemerintah Kabupaten Jepara dalam melestarikan budaya lokal Jepara, sebagai salah satu bentuk kearifan lokal Jepara sekaligus event untuk mempromosikan potensi wisata Kabupaten Jepara khususnya wisata budaya yang dimiliki Kabupaten Jepara.Tradisi ini biasa disebut dengan “Bada Kupat”. karena pada saat itu masyarakat Jepara merayakannya dengan memasak kupat (ketupat) dan lepet disertai rangkaian masakan lain seperti : opor ayam, rendang daging, sambal goreng, oseng-oseng dan lain-lain. Selain itu, sering pula disebut “ Pesta Lomban ” karena merupakan puncak acara dari Pekan Syawalan . Pesta Lomban terdiri dari sedekah laut, festival kupat lepet, serta pesta Lomban itu sendiri. Masyarakat menyambut antusias budaya kupatan tersebut karena budaya kupatan menambah silaturahmi antar masyarakat desa , suku , budaya , dan lain-lain . Jepara sangat erat budaya kupatan karena mayoritas orang Indonesia beragama islam. 

Budaya Kupatan adalah budaya yang erat dengan umat islam , untuk menambah silaturahmi antar sesama. Budaya kupatan dilakukan setelah berpuasa selama 1 bulan penuh , biasanya dalam tradisi kupatan terdapat lontong , opor , ketupat , lepet, sayur santan dll. Masyarakat menyambut baik budaya kupatan tersebut secara turun temurun . Tradisi kupatan dijepara juga harus terapkan agar kita ingat kepada Allah SWT . Dari sisi bahasa, kupat berarti ngaku lepat atau mengakui kesalahan. Berkaitan  dengan momen Lebaran, Kupatan mengusung semangat saling memaafkan, semangat tobat pada Allah dan sesama manusia. Dengan harapan, tidak akan lagi menodai dengan kesalahan pada masa depan. 
Kupat dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kafi, yakni kuffat yang berarti sudah cukup harapan. Jadi, dengan berpuasa satu bulan penuh pada bulan Ramadan, kemudian Lebaran 1 Syawal, dan dilanjutkan dengan puasa sunah enam hari Syawal, maka orang-orang kuffat , merasa cukup ibadahnya, sebagaimana Hadis Nabi, dan hal itu bagaikan berpuasa selama satu tahun penuh. 



0 Response to "Pelestarian Budaya Kupatan dan Sejarah Kupatan - Sensei11"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel